Hubungan Pertemanan, Sebuah Jejak Kebersyukuran Diri

Hubungan pertemanan
Hubungan Pertemanan, Sebuah Jejak Kebersyukuran Diri

Teman Masa SMP

Aku punya cerita. Dulu saat masih di bangku SMP, aku memiliki sangat sedikit teman. Di sekolah hanya kenal biasa saja. Tidak ada yang spesial. Walau bertemu hampir setiap hari, tapi rasanya ya begitu-begitu saja.

Sementara di rumah cukup sulit untuk dekat dengan teman-teman. Ada batasan yang ditanamkan oleh seseorang di dalam pikiran saya: tidak boleh sembarangan berteman. Tersebutlah definisi bersih dan kotor, kaya dan miskin, pintar dan bodoh.

Hal ini menyiksa sekali buatku kala itu. Seakan-akan diri ini begitu tinggi dan lebih dari segalanya. Sementara sebaliknya, yang kurasakan adalah rendah diri dan ketidak pantasan.

Ya, bukan karena aku lebih, sulit punya teman disebabkan oleh rasa insecure yang sempurna memenuhi hati. Di sisi lain, kungkungan pembatasan pertemanan itu nyata mengikatku.

Aku bukannya tidak bersosialisasi. Ikut les ngaji dengan teman yang tidak bisa dibilang sedikit. Pernah aktif pula remaja masjid di dekat rumah. Tapi tetap saja terasa hampa.

Hingga entah dimulai dari mana, seorang adik kelas yang juga tetanggaku begitu percaya diri mengajakku berteman. Masih sempurna diingatan betapa supel, ramah dan riangnya dia. Kepercayaan dirinya itulah yang kemudian mewarnai hari-hariku. Seakan menular dan memberikan pengalaman yang begitu hangat.

Namanya Susanti. Dia rajin dan pintar. Langganan peringkat kelas. Dia pandai memasak dan berbenah rumah. Yang paling kusuka, meski tahu ada yang tak menyukai kedekatan kami, dia tetap merangkulku. Mengklaim kami adalah sahabat.

Aku sangat bersyukur atas pertemanan itu. Indah dan tak mungkin lekang dalam ingatan. Teman yang sudi menguatkan dan membantuku membangun kepercayaan diri. Terima kasih atas semuanya sahabat 🥰.

Teman Putih Abu-abu

Lain lagi saat SMA. Kelas satu aku masih cukup tertutup. Kesulitan berkomunikasi, karena hanya bisa berbahasa Indonesia dan bahasa 'dusun', aku sangat sedikit bicara. Harus fokus belajar bahasa Palembang yang umumnya digunakan kebanyakan teman-temanku.

Ada beberapa teman yang spesial, dalam artian kami cukup dekat. Tapi beberapa kali terjadi konflik antara kami. Temanku ini mudah sekali merajuk. Aku sulit mengimbangi. Tapi ada hal yang bisa kupelajari dari semua itu.

Pada saat kelas dua SMA, aku mulai punya banyak teman. Baik yang sekadar say hello, maupun yang akrab. Mengenal teman-teman Rohis yang membantuku memantapkan hati menutup aurat.

Kelas tiga adalah yang paling khusus bagiku. Aku merasakan ikatan yang kuat antara kami siswa kelas 3 IPS 1 kala itu. Care satu sama lain, saling mengingatkan, dan saling membantu jika ada yang terkena masalah. Sungguh hubungan yang hangat. Aku merasakan sepenuhnya. Jadi kangen kalian warga 3 IPS 1.

The right Man in The Right Place. Ingat selogan ini? 🤭.

Teman Masa Dewasa

Ketika kuliah, pertemanan lebih berwarna lagi. Ikut organisasi ekstra dan intra kampus membuatku banyak bertemu dan berinteraksi dengan orang baru. Merajut hubungan pertemanan yang hangat, dengan banyak momen tertawa dan menangis bersama.

Hingga kini setelah menikah dan punya anak, teman tetaplah seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Tempat berkeluh kesah, menangis, saling menghibur, tertawa bersama dan seterusnya. Sesuatu yang kompleks dalam hidup.

Manfaat Hubungan Pertemanan

Lalu apa yang paling kusyukuri dari hubungan pertemananku?

1. Kenyataan Susanti mampu menumbuhkan rasa percaya diriku dan meyakinkan bahwa aku layak dan punya kelebihan, membuatku sangat bersyukur. Bagaimana pun, hubungan ini memberi afirmasi positif dalam hidupku.

2. Teman-teman Rohis yang merangkul dan membantuku memantapkan hati dan memberikan pakaian sekolah layak untuk berhijab, hal yang tentu sangat kusyukuri. Melalui mereka hidayah sampai kepadaku.

3. Teman yang memberikan pengalaman buruk terhadapku, mengajarkan bahwa sifat yang demikian tidak baik. Tidak patut dicontoh. Ya, meski ada luka dan sakit hati kala mengalaminya, tapi tetap memberikan satu pengajaran yang bermanfaat.

4. Teman-teman masa kuliah, membentukku menjadi pribadi yang mengenal apa itu bekerja sama. Mengerti makna satu bagian tubuh yang sakit, membuat seluruh tubuh terasa tak nyaman. Ya, sedekat itu hingga bisa berjuang, dan menangis bersama. Kenangan yang teramat manis.

5.Teman selepas menikah juga segalanya bagiku. Beban sebagai ibu dan istri, menjadi sangat berkurang dengan berbagi. Saling menguatkan, saling menghibur, saling mengingatkan kepada Tuhan. Tak merasa sendiri meski jarang sekali bertatap muka.

Jika harus ditulis satu persatu, sangat panjang bahasan mengenai hal yang paling kusyukuri dalam hubungan pertemananku.

Dimana ada teman, di sana ada interaksi dan kenangan. Bagiku hubungan pertemanan, sebuah jejak kebersyukuran diri. Terima kasih teman-temanku. Semoga Allah memberkahi kita semua.

Komentar