Selamat Hari Ibu, Bu. Kita Semua Ibu Hebat!

Selamat hari ibu
Air mata menjadi saksi, bahwa semua ibu Hebat! Rasanya tak ada ibu yang tak menangis. Entah karena luka atau sebab bahagia. Rasanya tak ada ibu yang tak berusaha. Entah dengan segenap upaya dalam kesadarannya, maupun yang berjuang dalam dunia antah berantah yang menggamit kewarasannya. Tetap saja, selamat hari ibu, Bu. Ibu Hebat!

Saya selalu terharu, setiap membaca kisah perjuangan seorang ibu. Bukan karena saya ibu, tapi lebih ke bagaimana makhluk berstatus ibu itu begitu kokoh sekaligus rapuh, begitu hangat meski berbalut angkuh. Sehingga pada momen hari ibu tahun ini, saya ingin menuliskan kisah-kisah itu. Sekelumit tentang perjuangan seorang Ibu.

Saya mulai dengan sosok terdekat, Ibu saya.

Ia perempuan biasa. Menjadi guru di SD negeri yang kala itu masih dikelilingi hutan. Desa alami yang terbelah oleh jalan Lintas Sumatera. Mandi dan mencuci harus berjalan lebih dari 100 meter ke sungai. Menyeberang jalan dan melalui setapak tanah menurun. Jika hanya membawa badan, tentu tak masalah. Namun dengan perut besar tengah mengandung, menenteng ember cucian di sebelah kiri, sementara menggandeng anak di sebelah kanan. Bisa dibayangkan keadaannya bukan?

Ibu menikah dengan ayah, seorang sopir bus. Keadaan memaksanya mandiri. Ayah jarang di rumah karena sopir antar kota antar provinsi. Dua atau tiga hari, bisa-bisa satu minggu sekali baru pulang. Zaman dulu, serba sulit untuk mobile. Dalam keadaan perut besar, ibu tetap mengajar. Mengurus semua pekerjaan rumah sendiri karena ayah tidak selalu ada. Melahirkan saya pun tanpa didampingi ayah.

Ibu berjuang sendiri dalam banyak waktu. Ketika melahirkan lagi dan lagi. Sampai-sampai adik kedua saya diasuh oleh nenek. Terpisah jauh tak dapat bertemu berbulan bahkan bertahun.

Saya baru mengerti betapa ibu banyak menderita. Memang ia perempuan tangguh. Tangguh dalam lukanya sendiri. Saya yang diperkirakan lahir bulan Desember, nyatanya lahir di akhir November. Prematur barangkali. Karena ibu kelelahan.

Lalu adik pertama saya dibawa nenek. Diasuh dan dibesarkannya. Memang untuk mengurangi beban ibu, karena Cuma berjarak satu tahun dengan adik kedua. Tapi belakangan saya sering menemukan betapa ibu merasa bersalah, merasa kurang memberi kasih sayang padanya. Kini, sebagai ibu, saya mengerti sepenuhnya perasaan itu. Seperti kesalahan yang tak akan pernah bisa diperbaiki.

Selamat hari Ibu, Bu. Kami semua sayang ibu. Terlepas apapun yang sudah terjadi, tak akan terbalas cinta kasihmu sebesar dan sekuat apapun kami mencoba menggantinya. Terima kasih sudah ada dan berjuang untuk kami. Terima kasih untuk tetap sehat dalam sakit jantung dan diabetmu. Teruslah ada untuk kami, Bu.

Seseorang yang saya kenal, dengan kasih sayang dalam dingin sikapnya

Saya tahu dia menyayangi anak-anaknya dengan sepenuh hati. Tapi tidak dengan buaian kata-kata lembut dan sikap yang penyayang. Dia dingin, terkesan angkuh dan tak peduli. Tapi itu hanya kesan. Karena cintanya ada pada setiap hidangan di meja, rumah dan pakaian yang bersih, juga perjuangannya agar anak-anaknya sekolah dan berpendidikan. Keteguhannya menjadikan anak-anak orang yang tangguh dan mandiri. Salut padamu Bu.

Dia kerap terluka. Mungkin merasa menyesal karena setamat SMA, bukannya berkarir (jaman dulu bisa jadi PNS atau semacamnya, karena SMA sudah dianggap pendidikan skala tinggi), dia malah menikah. Bahkan awalnya tanpa restu.

Saya tidak begitu tahu kisah pernikahannya, tapi ketika ia bercerita pernah mencoba menggugurkan kandungan dengan meminum jamu berbotol-botol, saya paham, ada ketidak sanggupan, ketidakrelaan, tekanan hebat yang ia alami kala itu.

Namun ia kuat, akhirnya memilih bertahan dan berjuang, ketika janinnya tetap kokoh di rahimnya. Seakan berbicara padanya:

“Ma, ayo kita berjuang bersama.”

Bu, perjuangan dan ceritamu meneguhkan saya. Anak-anakmu sukses perantara cinta dalam angkuhmu. Doa terbaik buatmu selalu.

Akan kutanggung segala derita untuk mempertahankan nyawamu, nak

Jika kamu seorang ibu yang mengandung dan melahirkan dengan mudah, please, jangan pernah membanggakan itu di depan ibu lain yang berjuang nyawa dan biaya demi hadirnya si buah hati.

Saya punya teman yang luar biasa tangguhnya. Saya tahu dia kuat, sejak kuliah dulu sudah mengenal sifatnya. Namun perjuangannya untuk si buah hati, membuat saya meneteskan air mata. Meski tak menyaksikan langsung dan tak mampu menemani di hari-hari sulitnya, tapi saya doakan segala kebaikan untuknya.

“Sudah sehat, Bu?” Tanya saya suatu hari melalui pesan whatsapp. Ketika mendapat kabar bahwa ia sakit lagi.

Alhamdulillah, sudah jauh membaik,” balasnya.

Dia pernah harus melahirkan prematur dan kehilangan bayinya. Setelah 8 bulan mengandung dalam kesusahan, dan kehilangan harus ia terima. Dia tidak hamil dengan mudah. Ketika normalnya mual dan muntah dialami pada trisemester pertama saja, ia harus mengalaminya sepanjang kehamilan.

Selama mengandung, berkali-kali masuk rumah sakit. Tak ada makanan yang bisa masuk ke perut. Selalu keluar lagi. Apa ini mudah? Tidak. Saya sendiri mungkin tak akan kuat menjalaninya. Tapi ia mampu. Masyaallah....

Akibat magh kronis saat hamil. Perut kosong, jadi bayi menghisap cairan pelumas otot belakang. Sehingga kena kalium. Kalau otot kering otomatis tidak ada cairan yang bisa membuat tulang bergerak. Makanya bisa kena lumpuh non permanen. Tapi kalau keseringan kambuh, bisa jadi lumpuh permanen.

Pesan whatsapp yang ia kirim ini membuat saya speechless. Saya menghela nafas dalam sekali. Seakan bebannya menumpuk pula di hati saya.

Bisa dibayangkan bagaimana perjuangannya hamil, melahirkan dan menyusui dengan keadaan ini? Ia melahirkan secara SC. Tidak bisa normal tentu saja, dengan keadaan tubuhnya yang lemah. Mungkin tak bisa ASI eksklusif. Sehingga harus di-support susu formula.

Apa dia bukan seorang ibu karena melahirkan secara SC? Apa dia bukan ibu yang baik karena tidak memberi ASI? Tidak! Dialah ibu hebat! Ibu yang berjuang dengan sebenar-benarnya perjuangan. Saya sayang kamu, bu. Teruslah berjuang untuk anak-anak dan dirimu juga.

Cemburu membuatnya lemah namun tetap berdiri

Perempuan ini pernah bercerita pada saya, dia merasa tidak pantas mendampingi suaminya. Ia berlatar belakang pendidikan umum, dan menikah dengan pengasuh pesantren. Dikatakannya bahwa ada rasa rendah diri dan cemburu pada santriwati yang ada di pondok. Beberapa kisah lain juga ia tuturkan. Intinya ia mengalami tekanan yang entah bisa ia ceritakan pada suaminya atau tidak, apakah suaminya mampu memahaminya atau tidak.

Engkau ibu hebat Ukhti.... Meski mungkin ilmu agamamu tak seperti santriwati. Tapi engkaulah yang terpilih menjadi ibu dan pendamping Ustaz mereka. Engkau ibu hebat Ukhti.... Terbukti dengan nyawamu sebagai taruhannya. Ketika kau mengembus nafas terakhir bersama janin yang kau kandung.

Selamat hari ibu, Ukhti.... Meski kini kau telah tiada.

Ah, betapa banyak kisah seorang ibu yang mengaharukan. Karena tak ada perjuangan seorang ibu tanpa pengorbanan.

Selamat hari ibu.



Komentar

  1. Happy emak² day... 🥰🥰🥰

    BalasHapus
  2. selamat hari ibu, untuk ibu kita juga untuk kita semua yang sudah menjadi ibu. Perjuangan para ibu memang luar biasa seperti yang kakak ceritakan di atas, ada yang insecure karena beda latar belakang pendidikan dan juga terkait proses kelahiran. terlepas dari semua itu, sesungguhnya para ibu itu sudah hebat luar biasa dengan segala perjuangannya. ibu gak boleh insecure ya, karena para ibu itu udah tangguh apapun medan perangnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali. Semangat ya para ibu. Kita hebat kok.

      Hapus
  3. selamat hari ibu, untuk ibu kita juga untuk kita semua yang sudah menjadi ibu. Perjuangan para ibu memang luar biasa seperti yang kakak ceritakan di atas, ada yang insecure karena beda latar belakang pendidikan dan juga terkait proses kelahiran. terlepas dari semua itu, sesungguhnya para ibu itu sudah hebat luar biasa dengan segala perjuangannya. ibu gak boleh insecure ya, karena para ibu itu udah tangguh apapun medan perangnya.

    BalasHapus
  4. Aku baru tau bahaya juga ya magh saat hamil. Bicara soal sosok ibu habis kata2 kak untuk mengungkapkannya karena ibu itu segalanya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Kak. Magh trus ke mual bawaan hamil itu yang bikin lambung parah.

      Hapus
  5. Ya Allah, aku baru tahu ada kondisi yang sampai seperti ini saat hamil, memang ujian sebagai ibu itu sungguh beragam ya, Mom. Semoga jerih payah temannya berbuah pahala.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ya Allah. Terima kasih doanya Mbak. Saya pun berharap demikian. Semoga Allah mengijabah.

      Hapus
  6. Selamat Hari Ibu yaa mba.. Saya sendiri membawa luka pengasuhan dan sampai sekarang masih berjuang untuk sembuh, sambil berusaha jadi teman yg baik untuk anak2 saya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat Mbak! Mbak ibu hebat. Jangan lupa itu ya 🤗.

      Hapus
  7. Mbak, setiap kisahnya punya hikmah tersendiri, jadi seperti cerpen yg punya makna di baliknya. Ternyata memang menjadi ibu tidak semudah itu ya. Barakallah untuk para ibu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. In sha Allah akan dimudahkan dan dikuatkan. Mulailah benar dalam mencari pasangan.

      Hapus
  8. Subhanallah, terharu aku bacanya. Banyak sekali perempuan-perempuan tangguh di luar sana. Semoga segala jerh payahnya kelak berbuah manis

    BalasHapus
  9. Selamat hari ibu semua perempuan di dunia 🥰 semoga selalu sehat, kuat, dan terus bahagia apapun rintangan dan kondisi yang menghampiri aamiin ❤️

    BalasHapus
  10. Memang benar ya kalau hamil dan melahirkan itu perjuangan hidup dan mati. Ya Allah :'( Aku ada gerd baca in deg2an huhu. Butuh bgt support system memang ya jadi Ibu itu. Semoga segala hal dilancarkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo Mbak diterapy dulu gerdnya biar pas hamil sehat. Jangan takut, Allah maha kuat. Minta kekuatan sama Allah.

      Hapus

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan baik dan bijak. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak 🤗