Sekolah dari Rumah, Sampai Kapan?


School at home

Sekolah di rumah, sampai kapan?


Pertanyaan yang tentunya lahir dari keadaan saat ini. Tahun ajaran baru 2020 telah dimulai senin, 13 Juli lalu. Dan ternyata anak tetap harus sekolah di rumah. Kenyataan yang harus diterima dan dijalani dengan segala kekurangannya.

Sebagian orang tua tidak merasa berat dengan sistem belajar baru ini. Tapi tidak sedikit yang mengeluhkan pelaksanaannya. Wajar saja, karena keadaan anak, keadaan lingkungan tempat tinggal dan lingkungan rumah, berbeda antara keluarga satu dengan yang lainnya.

Berbagai tanggapan ini hendaknya disikapi dengan bijaksana oleh berbagai pihak. Baik oleh pemerintah, pihak sekolah, maupun para orang tua atau keluarga yang lain. Rasanya tidak perlu saling menyalahkan dan memojokkan. Guru tak perlu mengatakan hal yang menyakiti hati orang tua, semisal:

Sekarang orang tua bisa merasakan bahwa mengajar anak itu tidak mudah. Kalau selama ini banyak menuntut, sekarang ajarilah dengan baik di rumah. Kami di sekolah mengajar puluhan anak. Kalau ortu kan cuma satu atau dua. Masak gak bisa?


Tanpa bicara seperti itu pun, orang tua paham bagaimana sulitnya guru mendidik anaknya. Menitipkan anak di sekolah, bukan berarti orang tua lepas tangan. Akan tetapi juga merupakan salah satu bentuk perjuangan orang tua mendidik anak-anak mereka. Bukankah sekolah juga butuh biaya?

Guru harusnya mengerti, keadaan mengajar di kelas dan di rumah itu sama sekali berbeda! Di sekolah anak sudah ter-setting untuk belajar. Mengikuti rulers yang ada, yang sudah tertata dan terkondisi sejak awal. Sementara di rumah? Ibu yang menjadi guru, merangkap mengasuh adik dan mengawasi api kompor. Tentu jauh sekali dengan keadaan guru, yang siap mengajar di kelas.

Baiklah. Pada postingan kali ini, saya ingin berbagi cerita School From Home pada Tahun Ajaran Baru 2020. Sekaligus curhat lah ya selaku ibu dengan tiga anak yang sekolah plus satu baby tujuh bulan 🤭

Sebenarnya ini bukan hari pertama sekolah di rumah. Si sulung dan anak kedua saya sudah dari semester lalu menjalani sekolah abnormal ini. Pada awalnya saya sempat stres. Karena anak masih tak paham bahwa mereka tetap sekolah walau tidak pergi ke sekolah. Sebaliknya, di pikiran mereka, tidak ke sekolah sama dengan libur!

Baca juga: Seberapa Penting 'Menyekolahkan' Anak Usia Dini? 

Tidak hanya itu, emaknya ini juga sock! Setiap pagi biasanya sibuk menyiapkan keberangkatan anak-anak sekolah termasuk sarapan, kali ini jadi lebih panjang dan tanpa jeda. Kalau biasanya setelah tiga anak sekolah, saya bisa fokus mengurus baby bungsu: memandikan, memberi makan, menidurkan, kali ini semua pekerjaan dikerjakan dalam waktu berbarengan. Tak ada waktu khusus, bahkan menanak nasi dan memasak sayur dilakukan sambil menggendong, memegang handphone ngecek tugas anak-anak, sekaligus mengontrol keseriusan kakak-kakanya yang sekolah di rumah.

Sempat makin DOWN melihat postingan emak lain yang sukses SFH anaknya. Sempat sedih melihat postingan guru yang bukannya berempati, malah mensyukuri anak kembali ke orang tua. Rasanya sakit sekali. Ada perasaan gagal sebagai orang tua. Nyaris menyerah. Tapi kalau mengalah, jelas saya tak akan dapat apa-apa. Dan akhirnya, perjuangan itu terus berlanjut dua hari ini.

Saya tidak mengklaim sudah sukses ya. Tapi setidaknya merasa lebih ringan dan menikmati proses pendidikan di masa pandemi Covid 19 ini.

Pencapaian dua hari sekolah di rumah:

1. Anak-anak yang memang sudah rindu pada sekolah, semangat menyambut sekolah di rumah dengan instruktur khusus mereka: saya 😄

2. Ketiganya: kelas 6, kelas 3 dan kelas 1 SD, mau menyimak materi dan mengerjakan tugas yang diberikan.

3. Hari kedua, mereka sudah paham dan menerima dengan sadar sesadar-sadarnya bahwa: hari ini mereka sekolah. Artinya harus bangun pagi, sarapan dan berseragam.

4. Patuh dengan peraturan Uminya. Termasuk jam mulai belajar dan selesai atau pulang.

5. Saya merasa bahagia, karena semua berjalan lancar meski dengan kerempongan yang aduhai.

Apa yang lain, yang saya lakukan sehingga SFH kali ini berbeda jauh dengan SFH semester lalu?

1. Sebelum sekolah dari rumah dimulai, saya sounding anak-anak bahwa walau di rumah, kita tetap sekolah dan patuh jadwal.

2. Saya belikan perlengkapan sekolah mereka, meski tahu tak akan terpakai dalam waktu dekat. Tujuannya agar mereka semangat menyambut sekolah, bagaimana pun aplikasinya.

3. Sekolah di rumah tetap harus pakai seragam. Ternyata efektif sekali menyiptakan gairah 'kelas' di rumah.

4. Saya dan suami sama-sama memantau informasi di grup kelas anak-anak. Ada tiga grup aktif tentunya. Bila ada informasi untuk anak mengenai pembelajaran, segera kami sampaikan untuk memberi semangat pada mereka. Seperti anak ketiga saya, yang sekarang kelas satu. Ada video perkenalan teman-temannya di grup. Maka dia pun mau berkenalan juga melalui rekaman video.

5. Kreatif. Ya. Ketiga anak saya sekolah di tempat berbeda. Tentu pola dan jadwalnya juga lain. Kalau yang kelas 6 sudah jelas jadwalnya. Padat. Nah untuk yang kelas 1 dan 3, saya beri tugas saja. Seolah-olah dari sekolah. Tapi sebenarnya bukan 😁 Di sini saya wajib kreatif agar mereka fokus dan tidak saling mengganggu, namun tetap sesuai kapasitas mereka. Kalau bisa malah sesuai dengan kurikulum pembelajaran sekolah.

Sekolah di rumah


School from home, sampai kapan? Sampai keadaan memungkinkan untuk bertatap muka di sekolah. Yakni saat pandemi telah berlalu.


Semoga selanjutnya tetap berjalan lancar. Yang pasti, semua butuh perjuangan. Apa lagi orang tua yang harus bekerja di luar rumah. Sungguh dilema sekolah di rumah seperti sekarang. Bagaimana pun saya doakan setiap orang tua berhasil mendidik anak-anak. Semangat ya Bapak, Ibu, Ayah, Bunda, Mama dan Papa!

Komentar

  1. Semoga pandemi segera berakhir. Kasian anak-anak kalau kelamaan belajar online soalnya mereka harus belajar nilai-nilai kesetiakawanan, kejujuran, budaya antri, dll dibanding hanya mengejar nilai akademik aja

    BalasHapus
  2. Dampak Pandemi domino bangeut, Apalagi untuk dunia pendidikan, School From Home juga Sebetulnya perlu kurikulum ,semoga Keadaan ini lekas berakhir ya,,

    BalasHapus
  3. Pastinya kalau school from home itu ada tantangannya ya. Tapi bisa dilewati. Hehe. Semangat selalu. Tak mudah tapi bisa. Hehe

    BalasHapus
  4. Banyak banget orang tua yang ngeluh soal sekolah dari rumah ini. Tapi gimana lagi ya daripada mengkhawatirkan anak sekolah kan mending belajar sendiri di rumah sama orang tuanya lebih aman

    BalasHapus
  5. Iya samaa ini, Awalnya stress membagi waktu dan jadwal belajar yg efektif di rumah, karena kadang waktu pekerjaan rumah belum selesai tapi sudah ada DL tugas dari sekolah dan itu juga dari dua anak , tapi makin kesini makin bisa mengatur waktu dan mensugesti diri sendiri bahwa kamu juga guru kamu juga pasti berhasil ngajar anak sendiri

    BalasHapus
  6. Aku Masi blm bisa bagi waktu no mba.. pusingg.. semoga pandemi cepet berlalu y

    BalasHapus
  7. Walaupun aku belum tahu rasanya , tapi aku bisa lihat ponakan, anak tetangga yang awalnya ibunya ga kenal internet sekarang harus upgrade ke internet ya biar bisa nemenin anaknya, dan harus dibawa happy juga ya biar ibunya gak stress , ditambahkan dengan suaminya yang WFH kebayang dehh repotnya, ada untungnya juga aku masih jomblo wkwkwkw, semangat para moms

    BalasHapus
  8. Pada akhirnya pertahanan orangtua di kelas anakku pun runtuh kak. Mereka minta diadain les tapi dengan jumlah murid yang dibatasi. Karena anak2 udah kelas 6 dan rasanya ngga memungkinkan kalau terus online soalnya ngga maksimal. Akhirnya mereka sepakat buat les untuk pendalaman materi biar ngga kaget pas belajar di smp nanti

    BalasHapus
  9. Mudahan tahun ini sekolah di rumah bisa berakhir.... Covid 19 akan berakhir, sehingga tidak terlalu stress bagi emak ya kak hihi

    BalasHapus
  10. Alhamdulillah sekarang anak-anak kami sudah masuk sekolah kak. Tapi masih pake jatah hari 3 x sepekan. Trus jam nya juga dipangkas. Lumayanlah mengobati kerinduan belajar di sekolah. Dan masuk sekolah juga tetep pake protokol kesehatan yang ketat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah kami masih menanti masa ini. Kasihan anakku yang kelas 1. Belum ngerasain jadi anak SD yang sebenarnya.

      Hapus

Posting Komentar

Silakan berkomentar dengan baik dan bijak. Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak 🤗