Ibu, Guru Pertama yang ditiru Anak

Ibu, Guru Pertama yang ditiru Anak
Dok. Pribadi


Memiliki anak sesungguhnya merupakan karunia besar dari Tuhan. Kita harus mensyukuri itu sebagai rizki yang tidak semua orang miliki. Namun tidak menjadikannya keberkahan, apabila tak diiringi dengan pemahaman yang benar, bagaimana cara seharusnya kita mensyukuri karunia tersebut.

Seiring dengan itu, menjadi orang tua bukan hal mudah untuk dijalani. Sebab orang tua bukan sekadar perubahan status. Melainkan juga penambahan beban tanggung jawab. Bagi seorang ayah, artinya bertanggung jawab pula terhadap kecukupan anak selain dari kecukupan atas istri. Bagi seorang ibu, artinya bertanggung jawab mengurus suami, mengurus anak dan mendidiknya pula.

Mengurus dan mendidik anak sebenarnya merupakan tugas kedua orang tua, karena anak tidak hanya belajar dan berinteraksi dengan ayah atau ibunya saja, melainkan dengan keduanya. Namun karena intensitas interaksi dan kebersamaan seorang ibu bersama anak di rumah biasanya lebih banyak dan lebih lama, maka peran ibu lebih dominan terhadap perkembangan dan prilaku anak.


Sebagai generasi penerus, tentu seorang ibu mengharapkan mampu mendidik anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab, percaya diri, berinisiatif, pintar, kritis dan bertoleransi. Sebab kelak anak akan tumbuh besar dan harus mampu menjadi pemimpin yang baik, bagi dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan bahkan bagi bangsa dan negara.

Membuat persiapan dan rencana-rencana yang matang untuk menjadikan anak pemimpin yang baik, sesungguhnya merupakan cara ibu mensyukuri karunia Tuhan atas diberikannya rizki keturunan. Lalu bagaiman persiapan yang tepat bagi seorang ibu dalam menanamkan jiwa kepemimpinan pada anak?

Persiapan yang paling baik adalah dengan memiliki jiwa kepemimpinan itu dalam diri seorang ibu (baca : pendidik). Sebab, sebelum kita mengajarkan dan menanamkan sifat dan nilai kepemimpinan tersebut pada diri anak, Ibu wajib memiliki dan memahami sepenuhnya sifat dan nilai kepemimpinan tersebut lebih dulu. Ibarat air dalam teko, jika teko kosong, lalu apa yang akan di tuang ke gelas?

Selain itu, satu hal  yang harus ditanamkan sebagai persiapan mencetak calon pemimpin yang baik adalah dengan membiasakan berlaku lemah lembut kepada anak. Menasihati dengan baik, tanpa berkata kasar atau membentak, dan tanpa memukul. Hal yang tidak mudah untuk dilakukan, membutuhkan kesabaran tinggi, pembiasaan dan kesadaran diri seorang ibu.

Kemudian langkah-langkah yang harus dijalankan oleh seorang ibu, sebagai bagian dari rencana untuk membentuk anak menjadi calon pemimpin yang baik adalah dengan menanamkan beberapa sifat dan nilai kepemimpinan berikut :

Bertanggung jawab. Untuk menanamkan nilai bertanggung jawab, ibu bisa membiasakan anak merapikan kembali mainannya setelah Ia selesai bermain. Juga mengajarkan pada anak untuk berani mengakui, meminta maaf dan memperbaiki kesalahan yang Ia perbuat, baik kesalahan pada orang tua, adik-kakak, maupun dengan temannya.

Kepercayaan diri. Ibu perlu menumbuhkan rasa percaya diri kepada anak. Karena dengan percaya diri, anak akan berani menunjukkan bakat yang Ia miliki. Ibu bisa membiasakan memberi penghargaan terhadap prestasi  yang anak peroleh, misalnya dengan memberi pujian atau hadiah. Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengatasi ketakutan-ketakutan anak dengan senantiasa memotivasinya. Selain itu biasakan untuk mengkritik anak dengan cara yang baik dan benar, yakni menasehatinya dengan lemah lembut.

Inisiatif. Menjadi anak inisiatif artinya menjadi anak yang selalu berfikir cepat dan memiliki ide-ide unik dalam kesehariannya, baik saat di rumah maupun saat bermain di luar bersama teman-temannya. Nilai inisiatif ini dapat ditanamkan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan hal-hal baru walau pun pada akhirnya ibu direpotkan untuk merapikan atau membersihkan rumah akibat eksperimennya. Latih dan biasakan Ia melakukan pekerjaan ringan sehari-hari, misalnya membiasakan mereka berpakaian sendiri, makan sendiri, atau sikat gigi sebelum tidur.

Pintar. Nilai ini berkaitan erat dengan IQ (Inteligen Question), maka jangan abaikan faktor-faktor yang mempengaruhi IQ. Misalnya asupan makanan dan gizi anak. Berikan ASI sampai anak berusia 2 tahun, memasak makanan sehat dan bergizi, juga membiasakan anak sarapan pagi. Selain itu, berikan anak pendidikan formal atau non formal sesuai dengan kemampuan, minat dan usianya. Bisa juga mengajak anak melakukan permainan asah otak seperti permainan catur dan sudoku.

Kritis. Bimbing anak untuk belajar dari pengamatan. Biarkan Ia mengamati lingkungannya, pancing Ia untuk berfikir, mengkritisi maupun bertanya tentang pengamatannya tersebut. Berikan jawaban dan penjelasan yang logis. Ibu juga bisa mengajak anak melakukan latihan atau permainan melengkapi cerita. Dengan melengkapi cerita, anak di ajak berimajinasi dan melatih anak berfikir kritis.

Toleransi. Hal pertama yang harus ibu lakukan agar anak memiliki rasa toleransi adalah ibu mampu menunjukkan caranya menghargai orang lain dalam kehidupan dan interkasi sehari-hari (Contohnya dengan tetangga). Ibu bisa mendorong anak berteman dan berinteraksi dengan anak-anak dari latar belakang yang berbeda. Dengan begitu  anak akan paham bahwa perbedaan itu memerlukan rasa toleransi dan saling menghargai.


Pada intinya, mendidik anak berkepribadian baik guna mempersiapkan mereka menjadi calon pemimpin masa depan, sebagai ibu, yakni sebagai pendidik utama, harus memahami dan memiliki sifat dan nilai kepemimpinan tersebut dalam dirinya dan mampu merealisasikan di kehidupan sehari-hari. Karena anak belajar dari apa yang sering di lihat dan didengarnya.


Tulisan ini diikutkan dalam #LombaBlogNUB


*Tulisan ini telah diedit kepenulisannya pada 30 April 2020.






Komentar